Pada tahun 2003, dengan alasan Irak memiliki senjata pemusnah massal, Amerika Serikat dan sekutunya menyerang Irak. Ratusa ribu orang tewas, rezim Saddam Hussein pun runtuh.
Namun, kini terbongkar, bahwa dalih Amerika itu adalah hasil sebuah kebohongan yang dihembuskan seorang pembelot kepada Gedung Putih.
Seperti dilansir laman The Guardian, Selasa, 15 Februari 2011, pembelot itu bernama Rafid Ahmed Alwan al-Janabi. Di kalangan intelijen AS dan Jerman, dia dikenal dengan nama 'Curveball'.
Namun, kini terbongkar, bahwa dalih Amerika itu adalah hasil sebuah kebohongan yang dihembuskan seorang pembelot kepada Gedung Putih.
Seperti dilansir laman The Guardian, Selasa, 15 Februari 2011, pembelot itu bernama Rafid Ahmed Alwan al-Janabi. Di kalangan intelijen AS dan Jerman, dia dikenal dengan nama 'Curveball'.
Kepada The Guardian, Janabi mengaku melakukan hal itu karena membenci kediktatoran Saddam Hussein. Dia lalu memberikan informasi palsu kepada lembaga intelijen kedua negara bahwa Irak memiliki sejumlah truk senjata biologi pemusnah massal yang dapat berpindah-pindah.
“Saya tidak suka dengan rezim Saddam. Saya ingin memusnahkannya dan inilah kesempatan satu-satunya,” ujar Janabi.
'Informasi' dari Janabi ini lalu dijadikan pembenaran bagi dilancarkannya serangan militer AS ke beberapa kota di Irak pada Maret 2003.
Ketika itu, keterangan Janabi ini bahkan dijadikan rujukan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat kala itu, Colin Powell, dalam pidatonya di sidang PBB. Powell mengatakan dia mendapatkan informasi kepemilikan senjata pemusnah massal tersebut dari sumber yang terpercaya.
“Saudara-saudara sekalian, setiap pernyataan yang saya buat hari ini didukung oleh sumber yang kuat. Ini tidak dibuat-buat. Apa yang kami paparkan adalah fakta dan kesimpulan yang didasarkan pada laporan intelijen yang solid,” ujar Powell.
Ternyata, ketika itu Powell tidak diberi tahu bahwa salah satu sumber dimaksud adalah Curveball--yang oleh Badan Intelijen Pertahanan AS telah dinyatakan mencurigakan dan tak kredibel.
“Saya tidak suka dengan rezim Saddam. Saya ingin memusnahkannya dan inilah kesempatan satu-satunya,” ujar Janabi.
'Informasi' dari Janabi ini lalu dijadikan pembenaran bagi dilancarkannya serangan militer AS ke beberapa kota di Irak pada Maret 2003.
Ketika itu, keterangan Janabi ini bahkan dijadikan rujukan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat kala itu, Colin Powell, dalam pidatonya di sidang PBB. Powell mengatakan dia mendapatkan informasi kepemilikan senjata pemusnah massal tersebut dari sumber yang terpercaya.
“Saudara-saudara sekalian, setiap pernyataan yang saya buat hari ini didukung oleh sumber yang kuat. Ini tidak dibuat-buat. Apa yang kami paparkan adalah fakta dan kesimpulan yang didasarkan pada laporan intelijen yang solid,” ujar Powell.
Ternyata, ketika itu Powell tidak diberi tahu bahwa salah satu sumber dimaksud adalah Curveball--yang oleh Badan Intelijen Pertahanan AS telah dinyatakan mencurigakan dan tak kredibel.
Janabi sendiri mengaku, kebohongan dia telah terbongkar pada pertenghaan tahun 2000, ketika BND (badan intelijen Jerman) berbicara dengan mantan boss-nya di Komisi Industri Militer Irak, Dr. Bassil Latif. Kala itu, Latif sudah dengan keras membantah semua dongeng Janabi.
Ditemui Guardian di kediamannya di Jerman, negara yang memberikannya suaka, Janabi mengatakan tak menyesal telah menciptakan kebohongan yang berdampak luar biasa itu. Dia bersikeras tak ada cara lain untuk menjatuhkan rezim Saddam selain mengarang cerita tersebut.
“Ketika saya mendengar orang-orang terbunuh di Irak, saya sedih. Tapi coba berikan saya solusi lainnya. Dapatkah kalian memberikan saya solusi?” ujar Janabi. “Percayalah, tidak ada cara lain untuk membebaskan Irak. Tidak ada kemungkinan lain."
“Ketika saya mendengar orang-orang terbunuh di Irak, saya sedih. Tapi coba berikan saya solusi lainnya. Dapatkah kalian memberikan saya solusi?” ujar Janabi. “Percayalah, tidak ada cara lain untuk membebaskan Irak. Tidak ada kemungkinan lain."
Lebih dari 100 ribu orang warga Irak tewas akibat agresi militer AS ke Irak. Saddam Husein tumbang pada April 2003 dan Saddam dihukum gantung atas tuduhan pembantaian warga di Dujail pada 1982. (sumber: Guardian, msnbc.com | kd)