Oleh: Ust. Purnomo WD 
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Berita penyerangan terhadap Pesantren Syi’ah al-Ma’had al-Islami Yayasan Pondok Pesantren Islam (YAPI)  di Desa Kenep, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, pada Selasa (15/2)  telah berhasil menyita perhatian media. Bahkan, isu besar nasional  tentang mafia hukum dan pajak jadi terpinggirkan. Padahal, dampak dari  keributan tersebut tidaklah lebih besar bila dibandingkan dengan dampak  dari mafia pajak dan hukum.
Harus  diakui, setelah diekpos secara massif oleh media Nasional, penyerangan  yang konon dilakukan oleh puluhan massa yang mengatasnamakan Ahlus  Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) semakin memanaskan gesekan antar sekte Islam.  Karena beberapa hari sebelumnya telah terjadi kerusuhan berdarah antara  Umat Islam dengan jemaat Ahmadiyah yang mengaku bagian dari Islam.
Sebenarnya,  penyerangan terhadap pesantren YAPI pada selasa lalu bukanlah yang  pertama kali. Menurut pimpinan pesantren, Habib Ali bin Umar, pesantren  yang dipimpinnya tersebut  sudah cukup sering mengalami teror. “Tetapi  untuk yang penyerangan langsung ke pondok baru kali ini terjadi," kata  dia saat dihubungi dari Surabaya, Selasa malam (Kompas.com, Rabu, 16-02-  2011).
Berdasarkan  kabar yang beredar, penyebab insiden di pesantren YAPI ada dua versi:  Pertama, penyerangan dilakukan sekelompok orang yang sejak lama  menyimpan sakit hati kepada pondok pesantren beraliran Syi'ah tersebut.  Kedua, sejumlah kiai dan habib di Bangil menuding insiden ini diawali  pelemparan batu dari dalam Pondok YAPI terhadap konvoi jemaah yang  tengah melintas pulang usai menghadiri acara Maulid Nabi (vivanews,  Sabtu, 19-02- 2011).
Jika  demikian, seolah kesimpulan di atas bertentangan dengan pernyataan  pimpinan YAPI, Habib Ali bin Umar. "Hubungan kami dengan NU dan  Muhammadiyah sangat baik. Begitu juga dengan para habib di Pasuruan juga  berlangsung harmonis," katanya sebelum mengikuti pertemuan dengan Wakil  Bupati Pasuruan Eddy Paripurna dan para anggota muspida di Pendapa  Kabupaten Pasuruan. (Kompas.com, Rabu, 16-02- 2011)
Bagaimana  sebenarnya akidah dan ajaran syi’ah –yang tergolong minoritas- terhadap  Ahlus sunnah yang menjadi mayoritas? Apakah ajaran golongan minoritas  tersebut tidak berisi kebencian dan pengafiran terhadap selain mereka,  khususnya Ahlussunnah wal Jama’ah? Mari kita melihat bagaimana ajaran  Syi’ah terhadap Ahlus Sunnah dari kitab-kitab yang ditulis para ulama  Syi’ah dan diakui sebagai rujukan agama mereka.
Akidah Syi’ah terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah akidah kebencian dan cacian, bahkan sampai pengafiran dan penghalalan darah dan harta.
Akidah Syi’ah Terhadap Ahlussunnah
Akidah  Syi’ah terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah akidah  kebencian dan cacian, bahkan sampai pengafiran dan penghalalan darah dan  harta. Menurut keyakinan mereka, kekufuran Ahlus Sunnah lebih besar  daripada kekufuran Yahudi dan Nashrani. Kenapa bisa begitu? Menurut  mereka, kekafian Yahudi dan Nashrani adalah kekafiran asli, sedangkan  kekafiran ahlus sunnah adalah karena murtad. Dan menurut ijma’,  kekafiran karena murtad lebih besar daripada kekafiran asli.
Berikut  ini kami sebutkan beberapa keyakinan mereka tentang Ahlus Sunnah yang  berasal dari ucapan ulama-ulama mereka yang tertulis dalam kitab-kitab  mereka sendiri.
1. Syaikh      Husain bin Ali ‘Ushfur al-Dararial-Bahrani dalam kitabnya, al-Mahasin      al-Nafsaniyyah fii Ajwibah al-Masaa-il al-Khurasaaniyyah, hal. 17: Orang-orang      Syi’ah menggelari orang-orang Sunni atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan al-Naashibah.      Menurut keyakinan Syi’ah, mereka lebih najis daripada anjing dan lebih      kufur daripada Yahudi dan Nashrani. 
Dia mengatakan,
بَلْ أَخْبَارُهُمْ عَلَيْهِمُ السَّلامُ تُنَادِي بِأَنَّ النَّاصِبَ هُوِ مَا يُقَالُ لَهُ عِنْدَهُمْ سُنِّياًّ
“Bahkan kabar-kabar dari mereka (para imam) 'alaihis salam menyerukan bahwa yang dimaksud al-Nashib adalah yang dikenal dikalangan mereka dengan Sunni.”
2. Al-Majlisi      dalam Bihar al-Anwar, Juz: 101, hal. 85: Abu Abdilllah berkata:      “Sesunghunya Allah Tabaraka wa Ta’ala  terlebih dahulu melihat      orang-orang yang menziarahi kuburan Husain  bin Ali pada sore hari      ‘Arafah.” Beliau ditanya, “(Apakah) sebelum  melihat orang-orang yang      sedang wukuf?” Beliau menjawab, “Ya.”  Beliau ditanya lagi, “Bagaimana bisa      behitu?”  Beliau menjawab,
لِأَنَّ فِي أُولَئِكَ أَوْلادُ زِنَا ولَيْسَ فِي هَؤُلَاءِ أَوْلادُ زِنَا
“Karena  di tengah-tengah mereka (orang-orang yang wukuf di Arafah) terdapat  anak-anak zina, sedangkan di tengah-tengah mereka (peziarah kuburan  Husain) tidak ada anak-anak zina.”
Syi'ah menuduh Ahlus Sunnah sebagai anak zina . . .
3. Al-Kulaini,      dalam al-Raudhah min al-Kaafi, Juz 8, hal. 285, menyebutkan sebuah      riwayat dari Abu Abdillah yang berkata kepada Abu Hamzah:
وَاللهِ يَا أَبَا حَمْزَةَ، إِنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَوْلادُ زِنَا مَا خَلا شِيْعَتُنَا
“Demi Allah hai Abu Hamzah, sesungguhnya manusia seluruhnya merupakan anak-anak pelacur kecuali Syi’ah kita.” 
4. Muhammad      al-Tijani, dalam kitabnya al-Syi'ah Hum Ahlus Sunnah, hal. 161,      lebih terang-terangan lagi menyatakan bahwa al-Nawasib (yang mereka      kafirkan dan musuhi) adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dia berkata, 
وَعُنِِيَ  عَنِ التَّعْرِيْفِ بِأَنَّ مَذْهَبَ النَّوَاصِبَ هُوَ مَذْهَبُ ((أَهْلِ  السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ)) فَنَاصِرُ مَذْهَبِ النَّوَاصِبِ  اَلْمُتَوَكِّل هُوَ نَفْسُهُ (( مُحْيِي السُّنَّةِ )) فَافْهَمْ
“Dan  tidak membutuhkan pengenalan lagi bahwa madhab al-Nawashib adalah  madhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dan al-Mutawwil adalah pembela madhab  Al Nawashib, dia itu sendiri yang bergelar muhyis sunnah (pengidup  sunnah), maka pahamilah.”
Menurut keyakinan al-Tijani, mayoritas Ahlus Sunnah wal Jama'ah-lah yang menyimpang dari keluarga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.  Ia menjuluki al-Mutawwil sebagai tokoh utama al-Nawashib (yang  memusuhi) Ali dan Ahlul Bait. Bahkan kedengkiannya sudah sampai  membongkar makam Husain, melarang menziarahinya, dan membunuh  orang-orang yang menggunakan nama Ali. Al-Khawirizmi dalam Rasail-Nya  menyebutkan bahwa al-Mutawakkil tidak akan memberikan harta atau bantuan  kecuali kepada orang yang mencela keluarga Ali bin Abi Thalib dan  membela madhab al-Nawashib. 
(Namun  ini merupakan tuduhan semata dari al-Tijani yang menunjukkan kedengakian  dan kebenciannya terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah).
5. Muhammad      al-‘Ayasyi, dalam tafsirnya al-‘Ayasyi,  Juz 2, hal. 398, menukil      riwayat dari Ibrahim bin Abi Yahya. Dari  Ja’far bin Muhammad, ia berkata: “Tidaklah seseorang dilahirkan kecuali  ada satu Iblis yang mendatanginya.      Jika Allah mengetahui bahwa dia  dari Syi'ah kami, maka Allah akan      menghijabinya dari syetan itu.  Dan jika bukan dari Syi'ah kami, maka      syetan akan menancapkan jari  telunjuknya di duburnya, lalu ia akan menjadi      orang yang buruk,  oleh karenanya zakar keluar di depan. Dan jika ia      seorang  perempuan, syetan akan menancapkan jari telunjuknya di kemaluannya       sehingga ia menjadi pezina. Di saat itulah seorang bayi akan menangis       dengan kencang jika ia keluar dari perut ibunya. Dan setelah itu,  Allah      akan menghapus dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya, dan  di sisi-Nya      lah terdapat Ummul kitab.”
Menurut Syi'ah, Wanita Ahlus Sunnah sebagai pelacur . . .
6. Ni’matullah      al-Jazairi, dalam al-Anwar al-Nu’maniyah,  2/307: Bahwa Syi’ah menghalalkan      darah dan harta Ahlus Sunnah wal  Jama'ah, yakni membunuh dan merampas      harta mereka. Diriwayatkan  oleh al-Shaduq, ia bertanya kepada Abu      Abdillah, “Apa pendapat Anda  tentang membunuh orang al-Nashib (Ahlus      Sunnah)?” Ia menjawab,  “Darahnya halal (boleh membunuhnya), tetapi aku      khawatir atas  (keselamatan) mu. Jika kamu bisa, robohkan dinding      (timpakan)  atasnya atau kamu tenggelamkan di air supaya tidak bisa      memberikan  kesaksian (yang memberatkan) atasmu, maka lakukanlah.” Aku      bertanya  lagi, “Apa pendapat Anda dalam hartanya?” Ia menjawab, “Ambillah       hartanya semampumu.”
7. Ni’matullah      al-Jazaairi, dalam Nuur al-Barahin,  hal. 57, bahwa firqah-firqah      yang menyelisihi Firqah Imamiyah,  berdasarkan nash-nash yang banyak      sekali, menunjukkan mereka kekal  di neraka. Dan ikrar syahadat mereka      tidak bermanfaat sedikitpun  kecuali dalam penjagaan darah dan harta mereka      serta pelaksanaan  hukum-hukum Islam yang berlaku bagi mereka. 
Catatan Penulis: Bagi  Syi'ah, seluruh kaum muslimin adalah Nawashib, karena mereka tidak  mendahulukan Ali atas Abu Bakar dan Umar, kecuali Syi'ah saja.
Syi'ah menuduh Ahlus Sunnah telah kafir dan akan kekal di neraka. Sehingga darahnya halal ditumpahkan dan hartanya halal dirampas. . .
8. Yusuf      al-Bahrani, dalam al-Hadaa-iq al-Nadhirah fi Ahkaam al-‘Ithrah al-Thaahirah,       hal.  136 dalam Bab “Orang yang      menyelisihi (Syi’ah),  hakikatnya bukan orang Islam. Dan sesungguhnya orang      yang  menyelisihi (Syi'ah) sebenarnya adalah kafir.” Ia tidak membedakan       antara kufur kepada Allah dan kufur kepada para imam, dengan alasan  bahwa      imamah termasuk masalah ushuluddien (pokok agama) berdasarkan nash      ayat dan hadits yang sangat jelas.       Di antaranya pernyataannya, 
“Pertama:  engkau telah mengetahui bahwa orang yang menyelisihi (Syi'ah) adalah  kafir, tidak memiliki bagian dalam Islam dari berbagai sisinya,  sebagaimana telah kami pastikan dalam kitab kami al-Syihab al-Syaqib.”
Catatan Penulis:  Beginilah Syi’ah dengan mudahnya menisbatkan kekafiran kepada orang  yang mereka sebut sebagai wahabiyyin. Jangan heran jika mereka sangat  membenci dan suka menghina Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena memang  beginilah ajaran agama mereka.
9. Muhammad      bin al-Hasan al-Thusi, dalam kitabnya Tahdziib al-Ahkaam  3/197, menyebutkan:      Imam mereka (Abu Abdillah), ikut menyalatkan  jenazah orang munafik (yang      mereka maksud adalah Ahlus Sunnah,-  red), tapi ia melaknatnya, isi doanya: 
اَللهُ  أَكْبَرُ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلاناً عَبْدَكَ أَلْفَ لَعْنَةٍ  مُؤْتَلَفَةٍ غَيْرَ مُخْتَلَفَةٍ اللَّهُمَّ اخْزِ عَبْدَكَ فِي عِبَادِكَ  وَبِلادِكَ وَأَصِلْهُ حَرَّ نَارِكَ وَأَذِقْهُ أَشَدَّ عَذَابِكَ  فَإِنَّهُ كَانَ يَتَوَلَّى أَعْدَاءَكَ وَيُعَادِيْ أَوْلِيَاءَكَ  وَيُبْغِضُ أَهْلَ بَيْتِ نَبِيِّكَ
“Allahu  Akbar, Ya Allah laknatlah fulan hamba-Mu dengan seribu laknat yang  terkumpul, bukan terberai. Ya Allah, hinakanlah hamba-Mu ini  di tengah  hamba-hamba-Mu  dan di dalam negeri-Mu, sampaikanlah ia panasnya  neraka-Mu, dan timpakan padanya adzab-Mu yang paling pedih, karena ia  mengangkat musuh-musuh-Mu sebagai pemimpin, memusuhi para wali-Mu, dan  membenci keluarga Nabi-Mu.”
Catatan Penulis:  Maka jangan heran jika kita melihat seorang pengikut Syi'ah ikut  menyalatkan jenazah seorang muslim, lalu laknat ini yang ia bacakan  kepadanya. Karena menurut mereka, setiap orang yang menyelisihi Syi'ah  disebut munafik.
10. Al-Hurr      al-‘Aamili dalam Wasail al-Syi’ah:  2/771, Bab: Bagaimana cara menyalatkan      orang yang sunni yang  menyimpang, dari Muhammad bin Muslim dan salah      seorang kedunya  berkata: “Jika ia seorang penentang kebenaran, maka      ucapkan: 
اَللّهُمَّ أَمْلِأْ جَوْفَهُ نَاراً وَقَبْرَهُ نَاراً وَسَلِّطْ عَلَيْهِ الْحَيَاتَ وَالْعَقَارِبَ
“Ya Allah penuhilah lambungnya dengan api,  kuburnya dengan api, dan kuasakan ular dan kalajengking atas mereka.”
Jika orang Syi'ah menyalatkan Ahlus Sunnah, bukan doa kebaikan yang terucap, tapi laknat dan adzab Allah yang mereka mohonkan. . .
11. Al-Maaqami,      dalam Tanqih al-Maqaal fii ‘Ilmi al-Rijal,  pada faidah yang ke-20,      hal. 208, menukil dari al-Muhaqqiq  al-Bahrani dan dari riwayat-riwayat      yang banyak bahwa orang yang  bukan Syi'ah Istna ‘Asyariyah adalah kafir      dan musyrk.
12. Muhsin      al-Mu’allim, dalam kitabnya al-Nushbu wa al-Nawashib,  hal. 609.      Sesudah menyebutkan sejumlah Nawashib, di antaranya: Abu  Bakar, Umar,      Ustman, ‘Aisyah, Hafshah, Abu Hurairah, Ibnu Umar,  dan sejumlah sahabat,      serta Imam Malik, dan al-Bukhari radhiyallahu 'anhum, ia      menyebutkan kafirnya para nawashib dari perkataan para ulama Syi'ah:
“Sayyid  al-Khu-i semoga Allah meridhainya berkata: dan lebih jelasnya seorang  nashib hukumnya kafir walau ia menampakkan (ucapan) dua kalimat syahadat  dan keyakinan kepada hari kiamat.”
Sayyid  al-Shadr berkata tentang orang-orang yang ia kecualikan dari najisnya  orang kafir, ia memasukkan di antaranya: Ahlul Kitab, ghulat, lalu  menyebut Nawashib. Ia berkata, “Begitu nawashib yang menyatakan  permusuhannya kepada Ahlul Bait yang mereka itu telah Allah hilangkan  kotoran (najis) dari mereka dan membersihkan mereka sebersih-bersihnya.  Sesungguhnya mereka itu, para pemberontak dan nawashib, adalah kafir.  Tetapi mereka suci menurut syariat selama mereka menisbatkan diri kepada  Islam.”
“Mengambil dalil dari apa yang diriwayatkan Ibnu Abi Ya’fur dalam al-Mautsiq,  dari Abu Abdillah, dalam sebuah hadits ia berkata: Janganlah kalian  mandi dari tempat pemandian umum. Karena di dalamnya digunakan mandi  orang Yahudi, Nashrani, Majusi, dan al-Nashib (para pembeci) terhadap  kita ahlul Bait. Maka dia itu adalah yang terburuk dari mereka. dan  sesungguhnya Allah Tabaraka wa ta’ala tidak pernah menciptakan satu  makhluk yang lebih najis daripada anjing. Dan sesungguhnya al-Nashib  (orang-orang yang memusuhi) kita ahlul bait, jauh lebih najis daripada  anjing.”
13. Al-Majlisi      dalam Bihar al-Anwar,  23/390 meyebutkan, seluruh kaum muslimin yang      tidak meyakini  keimamahan para imam dua belas (artinya; selai kelompok      Syi'ah)  adalah kafir, sesat, dan kekal dalam neraka. Berikut      pernyataannya:  
-  “Ketahuilah, sesunguhnya keumuman lafadz syirik dan kufur atas orang  yang tidak meyakini keimamahan amirul mukminin dan para imam sesudahnya  dari anak-anaknya, dan lebih mengutamakan yang lain atas mereka itu  menunjukkan bahwa mereka adalah kafir yang kekal di neraka.”
- "Syaikh al-Mufid dalam kitab al-Masa’il  berkata: “Imamiyah bersepakat atas orang yang mengingkari keimamahan  salah seorang imam (yang dua belas) dan menentang apa yang Allah  wajibkan kepadanya berupa kewajiban taat (kepada para imam) adalah  kafir, sesat, dan wajib kekal di neraka.”
Jika ingin terjadi kehidupan yang rukun dan damai antara Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan Syi'ah, hendaknya mereka meninggalkan ajaran yang berisi profokasi dan suka menghina kelompok lain.Lalu kembali kepada kesatuan ajaran Islam, Al-Qur’an dan Sunnah shahihah sesuai dengan yang dipahami para sahabat Nabi ridhwanullah ‘alaihim.
Penutup
Dari  pernyataan-pernyataan para ulama syi’ah dalam kitab-kitab mereka sendiri  di atas, nampak jelas bahwa kaum Syi'ah mengafirkan kaum muslimin Ahlus  Sunnah wal Jama'ah yang merupakan kelompok mayoritas kaum muslimin  Indonesia. Karena itulah, kiranya wajar kalau saudara-saudara kita  tersinggung dan marah terhadap paham yang diajarkan dan  didengung-dengungkan Syi’ah. Oleh sebab itu, jika ingin terjadi  kehidupan yang rukun dan damai antara Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan  Syi'ah, hendaknya mereka meninggalkan ajaran yang berisi provokasi dan  suka menghina kelompok lain. Lalu kembali kepada kesatuan ajaran Islam,  Al-Qur’an dan Sunnah shahihah sesuai dengan yang dipahami para sahabat  Nabi ridhwanullah ‘alaihim. Wallahu Ta’ala a’lam.
 
 
 




 
 »
                    » 
