Dalam pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di  Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, ada serangkaian tuduhan yang  ditimpakan kepada Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, diantaranya tuduhan  menyetujui dan mendanai pelatihan militer di Aceh.  Amir Jamaah Anshorut  Tauhid (JAT) itu juga dituduh melakukan provokasi untuk melakukan  teror. 
Menurut JPU, Ustadz Abu terlibat dalam merencanakan, mempersiapkan  fisik, Sumber Daya manusia (SDM) dan mengumpulkan uang, antara lain  melalui Thoyib, Dr. Syarif Usman, Hariyadi Usman, Abdul Hakim, Uqbah,  Afif Abdul Majid, Abdul Haris, Yudo dan Ubaid sejumlah +  Rp. 1.039.500.000. Uang sebesar itu digunakan untuk membeli senjata  api, amunisi dan membiayai kegiatan pelatihan militer di Aceh.
Tuduhan JPU lainnya, Ustadz Abu dianggap menghasut dan memprovokasi  untuk melakukan teror (irhab). Senjata api yang dibeli dari hasil  penggalangan dana itu digunakan oleh peserta pelatihan militer untuk  melakukan penyerangan terhadap petugas kepolisian di beberapa tempat  umum, seperti penyerangan di jalan raya depan polsek Leupung, ketika  berada di dalam bus umum Kurnia.
Para peserta pelatihan militer juga melakukan penyerangan bersenjata  api terhadap aparat kepolisia di daerah Lamkabeu yang lokasinya  berdekatan dengan pemukiman warga wasyarakat, hingga menimbulkan korban  jiwa dan luka terhadap aparat kepolisian, melakukan permpokan bersenjata  api di warnet Newnet dan di Bank CIMB Niaga Medan, yang menimbulkan  suasana terror atau rasa takut
Pelatihan Militer
Surat dakwaan setebal 93 halaman tersebut menyebut Ustadz Abu  berperan dalam persetujuannya soal pelatihan militer di Aceh. Pada bulan  Februari 2009, Joko Pitono alias Dulmatin menyampaikan keinginannya  kepada Ubaid (anggota Majelis Syuro JAT) untuk bertemu Ustadz Abu.  Dengan perantara Umar Burhanudin inilah terjadi pertemuan Dulmatin  dengan Ustadz Abu di ruko milik Ali Miftah (tak jauh dari Ponpes Al  Mukmin Ngruki).
Ustadz Abu dan Dulmatin, ungkap JPU, merencanakan untuk mengadakan pelatihan militer (Tadrib Asykari)  di Aceh. Ustadz Abu menyampaikan kepada Ubaid untuk melakukan pelatihan  militer di Aceh sesuai yang diusulkan Dulmatin dengan meminta Ubaid  membicarakan dengan Muzayyin alias Mustaqim (Ketua Hisbah JAT Pusat).
Sebagai tindak lanjut perencanaan militer di Aceh, diadakan pertemuan  antara Ust Abu, MUzayyin dan Ubaid. Ustadz Abu meminta pendapat  Muzayyin, lalu ia mengusulkan agar Abu Tholut dilibatkan, karena banyak  pengalamannya. Usulan itu akhirnya disetujui Ustadz Abu.
Dua hari kemudian, kembali diadakan pertemuan antara Abu Tholut dan  Muzayyin di kompleks Ponpes Al Mukmin Ngruki. Saat dimintai kesediaan  untuk menjadi penanggungjawab program pelatihan asykari di Aceh, Abu  Tholut pun menyatakan bersedia. Abu Tholut lalu bertemu Dulmatin di  rumah Abdul Hamid di Ngruki.
Maret 2009, Ubaid dijemput Dulmatin di Terminal Lebak Bulus menuju  rumah Warsito di Ciputat untuk membicarakan survey lokasi pelatihan di  Aceh dan dana yang dibutuhkan sekitar Rp. 15 juta. Esoknya, Dulmatin,  Ubaid dan Abu Tholut membicarakan tentang rencana survey lokasi  pelatihan militer di Aceh. Abu Tholut minta Ubaid untuk menemui Ustadz  Abu untuk minta dana survey ke Aceh.
Di Ngruki, Ubaid bertemu Ustadz Abu untuk menyampaikan pesan Dulmatin  yang meminta dukungan dana Rp. 15 juta, sebagaiman hasil pertemuan  antara Ubaid, Abu Tholut dan Dulmatin di Ciputat. Alhasil, Ustadz Abu  menyetujui untuk dilakukan survey lokasi pelatihan militer di Aceh  dengan memberikan uang Rp. 5.000.000, kemudian menyuruh Ubaid untuk  menemui Joko Daryono alias Thoyib (Bendahara JAT Pusat) di Surakarta  guna meminta tambahan dana sebesar Rp. 10.000.000.
Uang itu dibawa Ubaid ke Jakarta setelah dijemput Dulmatin.  Selanjutnya Dulmatin meminta Abu Tholut untuk datang Bandara  Spoekarno-Hatta. Lalu mereka bertiga (Dulmatin, Ubaid, dan Abu Tholut)  berangkat ke Aceh dengan pesawat Lion Air denga membawa uang  Rp.15.000.000. Saat itu Abu Tholut menggunakan nama Ibnu Muhammad, Ubaid  menggunakan nama Luthfi Haidaroh dan Dulmatin menggunakan nama Yahya  Ibrahim.
Sampai di Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh, Ubaid, Dulmatin  dan Abu Tholut dijemput oleh Yudi Zulkfahri menuju kantor Yayasan  As-Shofa. Sore harinya diadakan pertemuan yang dipimpin Abu Tholut yang  dihadiri oleh Dulmatin, Tengku Marzuki, Ust Kamal, Yudi Zulfahri, Ali  Miftah, Ubaid dan beberapa orang lainnya. Pada pertemuan itu, Abu Tholut  menanyakan tentang kondisi Aceh kepada Yudi, apakah Aceh cocok untuk  dijadikan medan jihad? Lalu Yudi menjawab, cocok.
Usai pertemuan, Ubaid bersama Abu Tholut dan Dulmatin melakukan  survey ke daerah pegunungan Jantho, Aceh Besar, dengan dipandu oleh  Tengku Marzuki. Singkatnya, hasil survey disetujui oleh Abu Tholut.  Selesai survey Ubaid, Dulmatin dan Abu Tholut kembali ke Jakarta.
Dituduh Menghasut
Pada bulan Juli 2009, Ust Abu dituduh melakukan hasutan atau  provokasi pada saat ceramah di rumah Alex (alias Asep alias Ginawan) –  Ketua Asykari JAT Wilayah Sumatera Utara di Stabat Kabupaten Langkat,  Sumatera Utara. Dalam ceramah itu dihadiri oleh Alex, Khairul Ghazali,  Alidian alias Ajo dan belasan jamaah asal Medan.
JPU mempersoalkan ceramah Ustadz Abu yang mengatakan, dalam berjihad  pertama kali kita harus mempunyai wilayah walaupun kecil, dimana kita  harus berkuasa penuh atas wilayah tersebut. Maka dari itu, langkah awal  yang harus kita lakukan adalah mencari wilayah atau lokasi yang bisa  kita jadikan sebagai basis, markaz, atau tempat hijrah.
Ustadz Abu menjelaskan, jika sudah ada tempat, kita bisda  melaksanakan jihad secara menyeluruh, dimana kita menguasai dan  mengontrol tempat itu. Ustadz Abu juga mengatakan, fa’i (perampokan  mencari dana perjuangan) itu termasuk dibenarkan di dalam Islam, tetapi  sebelum melakukan fa’i, terlebih dahulu harus membunuh orangnya, agar  hartanya  bisa dikuasai. Bukan semata-mata mengambil hartanya saja. Fa’i  ini ditujukan kepada semua orang kafir, yaitu orang-orang diluar Islam  dan penguasa atau pemerintah yang beragama Islam yang tidak menjalankan  syariat Islam (thogut).
Untuk mendapatkan wilayah hijrah atau Qaidah Aminah atau mahjar  (tempat tujuan hijrah), Ustadz Abu mengatakan, dengan melakukan survey  mencari tempat yang memungkinkan untuk melaksanakan dan melatih  ikhwan-ikhwan yang dipersiapkan ‘idad dan tadrib asykari (persiapa dan  latihan milter) untuk melakukan operasi-operasi jihad.
Ustadz Abu juga mengatakan, bahwa orang-orang kafir yang menjadi  musuh Islam adalah orang orang-orang yang memerangi dan memusuhi Islam  secara nyata dan terang-terangan. Ciri-ciri mereka adalah tak ingin  negara ini dijadikan sebuah Negara tegaknya syariat Islam. Ciri-ciri itu  sudah cukup untuk memerangi mereka (AS, Yahudi dan sekutunya, Nasrani  dan penguasa pemerintahan yang beragama Muslim tapi tidak menjalankan  syariat Islam). ● Desastian
 
 
 




 
 »
                    » 
