Hati-hati belanja di negara tetangga Singapura, apalagi belanja peralatan elektronik. Bila Anda belum sepakat atau bernegosiasi soal harga, lebih baik tidak meminta pemilik toko membuka bungkus peralatan yang ingin Anda beli.
Di Singapura, membuka bungkus, berarti harus membeli. Kalau tidak membeli, si pemilik toko menakut-nakuti dengan mendatangkan kawanan preman dan mengajak berkelahi.
Ponco Widodo (27), warga Pekanbaru, Riau, kepada Kompas.com, menceritakan pengalaman buruknya hari Sabtu (29/1/2011) malam di Singapura. Ketika itu, dia bersama temannya, Khairul, berniat membeli telepon seluler merek Iphone-4 di Dab Electronics di lantai dasar, pusat pertokoan paling ramai di kawasan Orchad Road, Lucky Plaza.
Mulanya, pemilik toko, sebut saja bernama Ong, bermuka sangat manis. Dia seakan siap melayani pelanggan. Dia bahkan bersedia menyuguhkan api untuk membakar rokok. Tutur katanya manis, memuji-muji pelanggan Indonesia. Karena layanan itu, Widodo sepakat membeli Iphone-4 seharga 900 dollar Singapura.
Persoalan mulai muncul tatkala Widodo bertanya-tanya tentang aksesori, seperti sarung telepon, baterai cadangan, dan keyboard tambahan. Ong pun langsung membuka aksesori yang dipertanyakan dan mencobanya pada Iphone yang akan dibeli. Karena harga aksesori terasa mahal, Widodo sepakat membeli ponsel saja.
Ong yang tadinya ramah berubah menjadi kasar. Dia mengatakan, barang yang sudah dibuka harus dibeli. Bahkan, pemuda sekitar 30 tahun itu berbicara dengan nada tinggi sambil menunjuk-nunjuk jari ke arah kepala Widodo.
Dia memaksa Widodo membayar total barang seharga 1.650 dollar Singapura atau setara Rp 11.550.000. Ketika Widodo tidak bersedia membayar sejumlah itu, Ong menggunakan ponselnya dan dalam sekejap dua preman yang diduga temannya sudah berada di depan tokonya.
Ong yang bertubuh gempal dengan tato di sekujur tangan menghadang Widodo dan Khairul untuk tidak keluar dari tokonya. Melihat gelagat yang kurang baik, Widodo dengan sangat terpaksa membayar peralatan itu sebesar harga yang diminta.
Pada nota yang diberikan Ong, tidak terdapat rincian harga peralatan yang dibeli kecuali ponsel saja dan nilai total barang 1.650 dollar Singapura. Ketika diminta rincian, Ong tidak bersedia. Menurut dia, bila dibuat rincian, harga harus ditambah lagi pajak tujuh persen untuk pemerintah Singapura. Nota itu juga tidak memiliki nama toko atau cap toko.
Widodo mengaku sangat kecewa dengan pelayanan ala Singapura itu. Ini bukan soal harga, melainkan harga diri. "Ternyata Singapura tidak menjunjung tinggi peradaban dalam berjualan. Mendatangkan preman, memaksa orang membeli. Saya merasa dipalak. Ternyata begitu cara orang Singapura berdagang. Semoga orang Indonesia tidak ada lagi yang mau membeli di tokonya. Nama tokonya Dab Electronics, terletak di lantai dasar Lucky Plaza," ujar Widodo.(kompas)
Di Singapura, membuka bungkus, berarti harus membeli. Kalau tidak membeli, si pemilik toko menakut-nakuti dengan mendatangkan kawanan preman dan mengajak berkelahi.
Ponco Widodo (27), warga Pekanbaru, Riau, kepada Kompas.com, menceritakan pengalaman buruknya hari Sabtu (29/1/2011) malam di Singapura. Ketika itu, dia bersama temannya, Khairul, berniat membeli telepon seluler merek Iphone-4 di Dab Electronics di lantai dasar, pusat pertokoan paling ramai di kawasan Orchad Road, Lucky Plaza.
Mulanya, pemilik toko, sebut saja bernama Ong, bermuka sangat manis. Dia seakan siap melayani pelanggan. Dia bahkan bersedia menyuguhkan api untuk membakar rokok. Tutur katanya manis, memuji-muji pelanggan Indonesia. Karena layanan itu, Widodo sepakat membeli Iphone-4 seharga 900 dollar Singapura.
Persoalan mulai muncul tatkala Widodo bertanya-tanya tentang aksesori, seperti sarung telepon, baterai cadangan, dan keyboard tambahan. Ong pun langsung membuka aksesori yang dipertanyakan dan mencobanya pada Iphone yang akan dibeli. Karena harga aksesori terasa mahal, Widodo sepakat membeli ponsel saja.
Ong yang tadinya ramah berubah menjadi kasar. Dia mengatakan, barang yang sudah dibuka harus dibeli. Bahkan, pemuda sekitar 30 tahun itu berbicara dengan nada tinggi sambil menunjuk-nunjuk jari ke arah kepala Widodo.
Dia memaksa Widodo membayar total barang seharga 1.650 dollar Singapura atau setara Rp 11.550.000. Ketika Widodo tidak bersedia membayar sejumlah itu, Ong menggunakan ponselnya dan dalam sekejap dua preman yang diduga temannya sudah berada di depan tokonya.
Ong yang bertubuh gempal dengan tato di sekujur tangan menghadang Widodo dan Khairul untuk tidak keluar dari tokonya. Melihat gelagat yang kurang baik, Widodo dengan sangat terpaksa membayar peralatan itu sebesar harga yang diminta.
Pada nota yang diberikan Ong, tidak terdapat rincian harga peralatan yang dibeli kecuali ponsel saja dan nilai total barang 1.650 dollar Singapura. Ketika diminta rincian, Ong tidak bersedia. Menurut dia, bila dibuat rincian, harga harus ditambah lagi pajak tujuh persen untuk pemerintah Singapura. Nota itu juga tidak memiliki nama toko atau cap toko.
Widodo mengaku sangat kecewa dengan pelayanan ala Singapura itu. Ini bukan soal harga, melainkan harga diri. "Ternyata Singapura tidak menjunjung tinggi peradaban dalam berjualan. Mendatangkan preman, memaksa orang membeli. Saya merasa dipalak. Ternyata begitu cara orang Singapura berdagang. Semoga orang Indonesia tidak ada lagi yang mau membeli di tokonya. Nama tokonya Dab Electronics, terletak di lantai dasar Lucky Plaza," ujar Widodo.(kompas)