Sebelumnya, Rosat memang diprediksi akan jatuh di Samudera Pasifik. Tapi, Rosat tidak memiliki sistem pengendali dan jatuh bebas ke permukaan bumi. Bahkan hingga sehari sebelum jatuh ke bumi, Rosat sulit diprediksi secara tepat dan hanya bisa diprediksi dengan plus-minus 5 jam.
Juru bicara DLR Andreas Schuetz juga mengatakan, satelit itu bisa mengubah pola jatuhnya, bahkan arah jatuhnya saat berada 150 km di atas permukaan bumi. Tapi, Rosat diprediksi tidak akan jatuh di Eropa, Afrika, atau Australia.
Berdasarkan data militer AS, Rosat diperkirakan jatuh di sekitar timur Srilangka, di Samudera India. Perkiraan lain, Rosat jatuh di dekat Laut Andaman, lepas pantai Myanmar.
Ada juga yang menyebut, Rosat akan jatuh di dekat Teluk Bengal, kawasan laut di antara Timur India dan Barat Indonesia.
Satelit berukuran minivan ini diperkirakan akan terbakar di atmosfer, namun masih ada 30 fragmen seberat 1,87 ton bagian lainnya yang tak terbakar dan jatuh bebas ke bumi. Puing terbesar Rosat yang diperkirakan jatuh ke bumi adalah sistem cermin tahan panas, yang terbuat dari material karbon khusus.
Satelit seberat 2,69 ton ini diluncurkan di Cape Canaveral, Florida pada tahun 1990 dan tidak lagi digunakan pada 1999. Rosat digunakan untuk meneliti asal dan komposisi spektra dan distribusi energi radiasi X-ray di jagat raya. Karena itu Rosat mengambil nama dari Wilhelm Roentgen, yang merupakan penemu x-ray.
Walau jatuh bebas setelah tidak lagi digunakan, kecil kemungkinan Rosat jatuh menimpa permukiman. Adapun probabilitas Rosat jatuh menimpa permukiman adalah 1 : 2.000. Dengan jumlah penduduk bumi mencapai hampir 7 miliar, maka potensi Rosat melukai satu individu adalah 1 : 14 triliun. (Space.com | BBC | Time | Washington Post, umi)
source