Musik. Rangkaian bunyi-bunyian indah itu ternyata memiliki efek luar biasa bagi kehidupan manusia. Studi School of Medicine Pitssburgh University menunjukkan hubungan antara musik bergenre pop dan serangan depresi.
Remaja yang depresi cenderung mencari jenis musik yang selaras dengan suasana hatinya. Mereka menjadikan lagu sebagai pelipur lara. Namun tanpa sadar, ini justru membuat remaja semakin depresi dan tertekan.
“Ini adalah temuan awal. Kami belum mengatakan bahwa musik membawa pengaruh buruk,” ujar penulis studi, Dr Brain A Primack, yang juga asisten profesor kedokteran dan pediatri di School of Medicine, Pitssburgh University, seperti dikutip dari laman Health24.
Primack mengatakan bahwa temuannya bisa menjadi penanda menarik yang dapat membantu mengenali depresi, terutama pada remaja. Tentu ini harus dihubungkan dengan variabel lain. Misalnya, tiba-tiba mendengarkan musik berlirik sedih setiap waktu, atau tiba-tiba suka mendengar musik berirama keras saat sendiri.
“Jadi mendengarkan musik bisa menjadi salah satu kegiatan yang menarik remaja dari interaksi sosial. Mereka akan terus menetap di kehidupan batin mereka. Mungkin ini yang dapat meningkatkan risiko untuk depresi,” ucap Michael W O’Hara, profesor psikologi di University of Lowa.
Dalam sejumlah studi terdahulu, musik justru terbukti menjadi media terapi ampuh untuk melawan stres. Bahkan musik dapat menjadi terapi mujarab bagi penderita jantung dan hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Laporan: Suwito Wu
Remaja yang depresi cenderung mencari jenis musik yang selaras dengan suasana hatinya. Mereka menjadikan lagu sebagai pelipur lara. Namun tanpa sadar, ini justru membuat remaja semakin depresi dan tertekan.
“Ini adalah temuan awal. Kami belum mengatakan bahwa musik membawa pengaruh buruk,” ujar penulis studi, Dr Brain A Primack, yang juga asisten profesor kedokteran dan pediatri di School of Medicine, Pitssburgh University, seperti dikutip dari laman Health24.
Primack mengatakan bahwa temuannya bisa menjadi penanda menarik yang dapat membantu mengenali depresi, terutama pada remaja. Tentu ini harus dihubungkan dengan variabel lain. Misalnya, tiba-tiba mendengarkan musik berlirik sedih setiap waktu, atau tiba-tiba suka mendengar musik berirama keras saat sendiri.
“Jadi mendengarkan musik bisa menjadi salah satu kegiatan yang menarik remaja dari interaksi sosial. Mereka akan terus menetap di kehidupan batin mereka. Mungkin ini yang dapat meningkatkan risiko untuk depresi,” ucap Michael W O’Hara, profesor psikologi di University of Lowa.
Dalam sejumlah studi terdahulu, musik justru terbukti menjadi media terapi ampuh untuk melawan stres. Bahkan musik dapat menjadi terapi mujarab bagi penderita jantung dan hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Laporan: Suwito Wu