Kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang belakangan disebut-sebut terkait kasus penculikan dan cuci otak sejumlah mahasiswa di berbagai kota di tanah air, ternyata memiliki simpanan harta miliaran rupiah di Bank Century atau kini bernama Bank Mutiara.
Keberadaan dana tersebut pernah disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century, 21 Desember 2009 silam.
Dalam laporan yang ditandatangani Kepala PPATK Yunus Husein kala itu, disebutkan, bahwa ada simpanan sebesar Rp 46,2 miliar atas nama Abu Maarik. Deposan bernama Abu Maarik ini diduga kuat adalah Abu Toto alias Syekh Abdus Salam Panji Gumilang, pendiri Pondok Pesantren Al-Zaytun.
....Deposan bernama Abu Maarik ini diduga kuat adalah Abu Toto alias Syekh Abdus Salam Panji Gumilang, pendiri Pondok Pesantren Al-Zaytun....
Mantan Menteri Peningkatan Produksi NII Imam Supriyanto membenarkan adanya simpanan kelompok itu di Bank Century. Secara mengejutkan, berbeda dengan data yang disampaikan PPATK, Imam menyebut jumlah dana mencapai Rp 250 miliar.
"Kalau dirupiahkan, seingat saya ada Rp 250 miliar. Itu dalam bentuk obligasi dan emas batangan kurang lebih beratnya 20 ton," kata Imam Supriyanto, Kamis (28/4/2011). Imam mengaku, resmi meninggalkan NII tahun 2007 lalu setelah mendapat nasihat ibundanya yang lebih dahulu keluar dari NII.
Imam Supriyanto menceritakan, dana milik NII itu disimpan atas nama Imam Besar NII Abu Maarik. "Sepertinya, rekening di Bank Century tidak satu nama. Biasanya Abu Maarik juga memakai nama anaknya di Bank Century. Abu Maarik itu adalah teman dekat Robert Tantular (mantan pemilik Bank Century)," kata Imam.
Menurutnya, dana yang berhasil digalang NII kemudian disimpan ke Bank Century. "Abu Maarik adalah nasabah terbaik Bank Century. Abu Maarik sangat dekat dengan Robert Tantular. Bahkan, setiap tahunnya Abu Maarik kerap dihadiahi mobil mewah," kata Imam.
Ia mengaku bersedia bercerita apa adanya dengan alasan apa yang dikatakannya adalah bentuk penyesalannya karena telah masuk organisasi NII. "Berkat jalan Allah melalui ibu saya, pada tahun 2007, saya bisa keluar dari organisasi yang saya geluti sejak 1987," ungkapnya.
Pernyataan mantan pejabat NII itu dikuatkan oleh Peneliti Sejarah Darul Islam/NII, Sholahudin, bahwa krisis keuangan tengah dialami NII dikarenakan dana sebesar Rp 250 miliar yang disimpan di Bank Century raib akibat bank tersebut bermasalah. Untuk menutupi krisis keuangan itu, NII menggencarkan rekruitmen dengan penculikan dan cuci otak dengan target menarik infak sebesar-besarnya.
“NII sedang terlilit utang dan Panji Gumilang berani meminjam uang. Karena itu, NII melakukan perekrutan besar-besaran karena untuk mengincar infaknya,” kata Sholahudin dalam dialog Polemik Trijaka di Jakarta, Sabtu (30/4/2011).
....NII sedang terlilit utang dan Panji Gumilang berani meminjam uang. Karena itu, NII melakukan perekrutan besar-besaran karena untuk mengincar infaknya....
Menurutnya, dalam waktu beberapa hari saja NII dapat mengumpulkan banyak uang karena telah mendapatkan infak dari kader yang direkrutnya. “Prinsipnya makin besar bayar infak, akan makin mudah orang tersebut masuk NII,” tandasnya.
Menurutnya, aksi NII dan aksi teroris belakangan ini tidak hanya dilakukan orang dari kalangan bawah secara ekonomi, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang berduit. Tujuannya adalah agar organisasi tersebut terus berkembang.
“SMA 3 Bandung sudah dikuasai NII sejak tahun 1985. Buktinya lihat saja NII memiliki kedekatan dengan para menteri dan sejumlah politisi,” tukasnya.
Apakah benar demikian? Dalam wawancara eksklusif kepada Tempo, pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, AS Panji Gumilang membantah tudingan itu. Ia menolak dirinya dikait-kaitkan dengan aktivitas NII, apalagi disebut sebagai anggota NII Komandemen Wilayah-IX. “NII sudah selesai sejak ditangkapnya Kartosuwiryo pada 1962,” kata Panji Gumilang dilansir tempointeraktif. “NII sudah hilang. Saya tak pernah masuk atau keluar dari NII.”
Panji Gumilang juga mengaku tak tahu ketika ditanya kedekatannya dengan Adah Jaelani, mantan pentolan NII dari Jawa Barat yang dikabarkan tinggal di pondok itu. Dia membantah keterangan situs NII Crisis Center yang menyebut dirinya memiliki kedekatan dengan Adah Jaelani.
Adah Jaelani adalah sisa mantan pejabat NII Kartosuwiryo yang diduga masih hidup. Selain Jaelani, pengikut Kartosuwiryo adalah Masduki dan Abdul Fathah. Jaelani pernah diadili di Pengadilan Jakarta karena kasus sebagai imam/kepala negara Islam NII tahun 1983.
Sosok Panji Gumilang memang misterius. Al Chaidar, mantan anggota NII dan penulis buku "Sepak Terjang KW9 Abu Toto Syekh AS Panji Gumilang Menyelewengkan NKA-NII Pasca SM Kartosoewirjo” menduga ada oknum intelijen yang melindungi Panji.
Chaidar dalam bukunya membenarkan ada pendoktrinan tentang NII, seperti mengafirkan orang di luar Al Zaytun, boleh menipu dan mencuri. Motifnya tidak pernah benar-benar berniat mendirikan negara Islam.
Namun Panji menolak semua tudingan tersebut. “Tidak, tidak ada,” kata Panji. Dia juga membantah bahwa dia punya nama lain, seperti Abu Toto atau Abu Maarif. “Nama saya AS Panji Gumilang,”
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutanto meminta media dan masyarakat menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan aparat. Dikatakan Sutanto, pihak aparat keamanan kini tengah menyelidiki keterkaitan Pondok Pesantren Al-Zaytun pimpinan Panji Gumilang dengan Darul Islam (DI) dan NII.
Sejumlah ormas Islam menilai, perbuatan kriminal oleh organisasi yang menyebut dirinya NII merupakan tindakan makar terhadap tegaknya NKRI. Oleh karena itu, pemerintah harus bersikap tegas.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam, Irfan Safrudin saat jumpa pers di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan, NII adalah gerakan yang dikembangkan sekelompok orang yang tidak memiliki dasar keagamaan Islam yang kuat dan tidak mendapat dukungan dari mayoritas umat Islam. Karena itu, jika aparat keamanan dan pemerintah menangani dengan sungguh-sungguh seharusnya gerakan NII sudah tuntas dan tinggal sejarah. [taz/surya, dbs]