Jepang diperkirakan butuh waktu lima tahun untuk memulihkan kembali ekonominya dari kehancuran setelah tragedi gempa bumi dan tsunami 11 Maret lalu. Bencana alam itu membuat Jepang menderita kerugian hingga US$235 miliar.
Penilaian itu diumumkan oleh Bank Dunia, Senin 21 Maret 2011, seperti yang dikutip kantor berita Associated Press. Menurut Bank Dunia, tragedi 11 Maret kemungkinan akanmengurangi pertumbuhan ekonomi Jepang tahun ini sebesar 0,5 basis poin. Bencana itu telah menewaskan lebih dari 18.000 jiwa dan menghancurkan banyak kota di kawasan timur laut Jepang.
Selain itu, banyak pabrik di kawasan timur laut Jepang dan sekitarnya belum kembali berfungsi seperti semula karena Jepang saat ini masih menghadapi ancaman berikut, yaitu potensi bocornya sejumlah reaktor nuklir setelah mengalami kerusakan akibat Tragedi 11 Maret.
Menurut Bank Dunia, dampak dari kehancuran itu masih terasa selama enam bulan. Pihak berwenang masih terus mendata kerugian riil dari bencana itu.
Bank Dunia memperkirakan bahwa kerugian yang diderita Jepang mulai dari US$123 miliar hingga US$235 miliar. Selain itu, beban yang ditanggung oleh perusahaan asuransi swasta mulai dari US$14 miliar hingga US$33 miliar.
Bank Dunia juga mengungkapkan bahwa pemerintah Jepang akan menganggarkan US$12 miliar untuk rekonstruksi. Jumlah ini baru berdasarkan anggaran tahun ini dan butuh nilai yang lebih besar lagi untuk tahun anggaran berikut.
"Gangguan jaringan produksi, terutama dalam industri otomotif dan elektronik, akan terus menciptakan masalah," demikian laporan Bank Dunia. "Jepang adalah negara utama dalam penyediaan suku cadang, komponen, dan barang modal yang memasok jaringan produksi Asia Timur," lanjut penilaian lembaga keuangan itu.
Kawasan timur laut Jepang, yang menjadi pusat bencana, merupakan rumah bagi sejumlah pelabuhan, pabrik baja, penyulingan minyak, reaktor nuklir dan pabrik otomotif serta elektronik. Saat ini banyak fasilitas produksi itu rusak dan gangguan pasokan listrik di penjuru Jepang telah melumpuhkan produksi otomotif dan elektronik.
Penilaian itu diumumkan oleh Bank Dunia, Senin 21 Maret 2011, seperti yang dikutip kantor berita Associated Press. Menurut Bank Dunia, tragedi 11 Maret kemungkinan akanmengurangi pertumbuhan ekonomi Jepang tahun ini sebesar 0,5 basis poin. Bencana itu telah menewaskan lebih dari 18.000 jiwa dan menghancurkan banyak kota di kawasan timur laut Jepang.
Selain itu, banyak pabrik di kawasan timur laut Jepang dan sekitarnya belum kembali berfungsi seperti semula karena Jepang saat ini masih menghadapi ancaman berikut, yaitu potensi bocornya sejumlah reaktor nuklir setelah mengalami kerusakan akibat Tragedi 11 Maret.
Menurut Bank Dunia, dampak dari kehancuran itu masih terasa selama enam bulan. Pihak berwenang masih terus mendata kerugian riil dari bencana itu.
Bank Dunia memperkirakan bahwa kerugian yang diderita Jepang mulai dari US$123 miliar hingga US$235 miliar. Selain itu, beban yang ditanggung oleh perusahaan asuransi swasta mulai dari US$14 miliar hingga US$33 miliar.
Bank Dunia juga mengungkapkan bahwa pemerintah Jepang akan menganggarkan US$12 miliar untuk rekonstruksi. Jumlah ini baru berdasarkan anggaran tahun ini dan butuh nilai yang lebih besar lagi untuk tahun anggaran berikut.
"Gangguan jaringan produksi, terutama dalam industri otomotif dan elektronik, akan terus menciptakan masalah," demikian laporan Bank Dunia. "Jepang adalah negara utama dalam penyediaan suku cadang, komponen, dan barang modal yang memasok jaringan produksi Asia Timur," lanjut penilaian lembaga keuangan itu.
Kawasan timur laut Jepang, yang menjadi pusat bencana, merupakan rumah bagi sejumlah pelabuhan, pabrik baja, penyulingan minyak, reaktor nuklir dan pabrik otomotif serta elektronik. Saat ini banyak fasilitas produksi itu rusak dan gangguan pasokan listrik di penjuru Jepang telah melumpuhkan produksi otomotif dan elektronik.