Segitiga Bermuda -- wilayah imajiner yang menghubungkan Puerto Rico, perairan Florida, dan Bermuda -- tenar karena imej mistisnya. Hal itu diperkuat fakta ratusan kapal dan pesawat menghilang di area itu. Meski akhirnya ditemukan, sejumlah kapal dalam keadaan kosong, tanpa kru dan penumpang yang menghilang misterius.
Seorang penulis, Vincent Gaddis in 1964 berpendapat, ada anomali yang menjelaskan fenomena aneh tersebut. Namun, Segitiga Bermuda memperoleh ketenarannya pada 1974, saat Charles Berlitz menerbitkan buku yang mempopulerkan Segitiga Bermuda sebagai 'Sea Devil' atau 'Laut Setan'.
Pasca itu, berbagai kelompok ilmuwan meneliti Segitiga Bermuda untuk menemukan anomali yang dianggap bertanggung jawab atas sekian kecelakaan aneh di sana. Namun tak ada satupun yang berhasil ditemukan. US Coast Guard bahkan menyajikan laporan yang menyebut, kejadian kapal lebih sering terjadi di Segitiga Bermuda dari wilayah lain, dikarenakan badai.
Pada tahun 1990-an, ketertarikan pada Segitiga Bermuda memudar. Namun, baru-baru ini, ilmuwan dari Amerika Serikat menemukan 'anomali' lain di Segitiga Bermuda. Ini tak ada kaitannya dengan menghilangnya kapal atau pesawat.
Para ilmuwan Bermuda Institute of Oceanology yang dipimpin Professor Craig Carlson menemukan, permukaan air di kawasan itu dipenuhi berbagai macam virus. Kabar baiknya, virus itu tak mengancam manusia. Mereka hanya tertarik pada bakteri laut.
Temuan ini adalah hasil penelitian oseanografi di bagian barat laut Laut Sargasso -- yang berada dekat Segitiga Bermuda dan Pulau Bermuda -- selama sepuluh tahun.
Ilmuwan mengungkap, dinamika organisme mikroskopis itu terkait dengan musim. Contohnya, di musim panas, virus berlipat ganda di di lapisan air pada kedalaman 60 sampai 100 meter. Jumlah mereka bisa mencapai sepuluh juta partikel per satu tetes air. Di musim dingin, mereka tidak terdeteksi di permukaan, organisme itu memilih tinggal di lokasi yang lebih dalam.
Yang juga menarik, analisis para peneliti mengungkapkan, 90 persen dari DNA virus belum dikenal dalam ilmu pengetahuan. Mereka termasuk bakteriofag -- virus yang memangsa bakteri. Ilmuwan juga menemukan molekul organik bakteri mati di sekitar virus tersebut. Itu menjadikan permukaan air di kawasan tersebut kaya nutrisi. Ini berarti bahwa bakteriofag membentuk ekosistem mikroskopis di mana mereka tinggal.
Virus tersebut menciptakan 'kafetaria' di kawasan tersebut. Tak hanya menarik organisme plakton, tapi juga membuat Ikan paus dan lumba-lumba datang dan mencari makan di sana.
Para ilmuwan mengaku takjub dengan temuan yang mereka hasilkan. Sebab, sebelumnya mereka tak mengetahui peran virus ini dalam formasi ekosistem kelautan. Menurut ahli kelautan, virus laut kurang dipahami karena mereka sulit untuk ditangkap. Tapi sekarang jelas, mereka tak terhitung jumlahnya di semua lautan dan samudra.
"Jumlah mereka 95 persen dari total biomassa laut. Artinya, jumlah virus bahkan lebih besar dari kombinasi krill (sejenis udang kecil), ikan dan hewan yang lebih besar seperti ikan paus. Mengingat laju multiplikasi virus dan jumlah mereka, menjadi jelas betapa pentingnya peran mereka dalam siklus hara di planet ini," kata salah satu penulis, Dr Rachel Persons.
Meski penelitian dilakukan di Segitiga Bermuda -- lokasi unik di lautan -- para ahli yakin, dalam kasus ini tidak ada kelainan khusus untuk segitiga Bermuda. Virus juga ditemukan di sejumlah wilayah di lautan. (sumber: Pravda) (eh)
source