BEIJING, KOMPAS.com — China menghukum seorang perempuan setahun kerja paksa karena mengganggu tatanan sosial dengan retweet (mengulangi dan menyebarkan kicauan orang lain) sebuah pesan satire yang mendesak pengunjuk rasa China untuk menghancurkan anjungan Jepang di Shanghai Expo, kata Amnesty International.
Cheng Jianping (46 tahun), perempuan malang itu, mem-posting kembali sebuah pesan dari situs jejaring sosial Twitter bulan lalu yang menantang para demonstran China untuk menghancurkan anjungan milik Jepang di Shanghai Expo. Cheng menambahkan pada pesan itu kata-kata "Angry youth, charge!" kata Amnesty Internasional, yang mengutuk hukuman itu dalam sebuah pernyataannya, Kamis (18/11/2010) malam.
Amnesty dan suami Cheng mengatakan, retweet dari istrinya itu bermaksud sebagai sindiran untuk mengejek pengunjuk rasa anti-Jepang yang bertambah jumlah sejak ketegangan antara kedua negara meningkat menyusul sengketa yang meletus September atas pulau yang diklaim oleh Jepang dan China. "Menghukum seseorang setahun di kamp kerja paksa, tanpa pengadilan, hanya karena mengulang pengamatan orang lain yang jelas merupakan sebuah satire di Twitter menunjukkan tingkat penindasan China terhadap ekspresi di media online," kata Direktur Amnesty International Asia-Pasifik, Sam Zarifi, dalam sebuah pernyataan.
Suami Cheng, Hua Chunhui, mengatakan, dia berpikir bahwa pemerintah bereaksi seperti itu untuk sebuah tweet karena ia dan istrinya aktivis. "Pendapat pribadi saya adalah bahwa vonis itu bukan karena satu pernyataan tersebut. Pemerintah ingin membuat contoh bagi kami sebagai aktivis," kata Hua, yang tinggal di Wuxi di Provinsi Jiangsu di China timur. "Pemerintah tidak menyukai apa yang kami lakukan. Kami secara aktif berkomunikasi dengan aktivis China yang lainnya dan merayakan di Twitter hadiah Nobel (Perdamaian) untuk Liu Xiaobo."
Hua mengatakan kepada The Associated Press, ia mem-posting tweet asli karena ia marah pada semua protes anti-Jepang. "Jadi saya mem-posting pesan itu di Twitter, yang secara satire mengatakan, jika mereka benar-benar ingin melakukan sesuatu yang besar, mereka hanya perlu naik pesawat dan menyerang paviliun Jepang di pameran itu. Tentu saja, hal itu tidak mungkin."
Shanghai Expo merupakan event besar yang dirancang secara cermat oleh China dan setiap ancaman terhadap pameran itu akan ditangani secara serius oleh pemerintah. Pihak berwenang melakukan pemeriksaan secara ketat demi menjamin keamanan dan memastikan tidak ada gangguan. Lebih dari 70 juta orang berkunjung sebelum pameran itu ditutup pada akhir Oktober setelah berlangsung selama enam bulan.
Twitter diblokir di China, tetapi beberapa aktivis hak asasi manusia bisa menggunakan Twitter dengan menerobos kontrol ketat pemerintah.
Hua mengatakan, istrinya telah tiba di sebuah pusat pendidikan ulang tenaga kerja di provinsi Henan di China tengah, Rabu malam. Dia mengatakan, dirinya tidak diperbolehkan untuk mengunjungi istrinya.
Cheng Jianping (46 tahun), perempuan malang itu, mem-posting kembali sebuah pesan dari situs jejaring sosial Twitter bulan lalu yang menantang para demonstran China untuk menghancurkan anjungan milik Jepang di Shanghai Expo. Cheng menambahkan pada pesan itu kata-kata "Angry youth, charge!" kata Amnesty Internasional, yang mengutuk hukuman itu dalam sebuah pernyataannya, Kamis (18/11/2010) malam.
Amnesty dan suami Cheng mengatakan, retweet dari istrinya itu bermaksud sebagai sindiran untuk mengejek pengunjuk rasa anti-Jepang yang bertambah jumlah sejak ketegangan antara kedua negara meningkat menyusul sengketa yang meletus September atas pulau yang diklaim oleh Jepang dan China. "Menghukum seseorang setahun di kamp kerja paksa, tanpa pengadilan, hanya karena mengulang pengamatan orang lain yang jelas merupakan sebuah satire di Twitter menunjukkan tingkat penindasan China terhadap ekspresi di media online," kata Direktur Amnesty International Asia-Pasifik, Sam Zarifi, dalam sebuah pernyataan.
Suami Cheng, Hua Chunhui, mengatakan, dia berpikir bahwa pemerintah bereaksi seperti itu untuk sebuah tweet karena ia dan istrinya aktivis. "Pendapat pribadi saya adalah bahwa vonis itu bukan karena satu pernyataan tersebut. Pemerintah ingin membuat contoh bagi kami sebagai aktivis," kata Hua, yang tinggal di Wuxi di Provinsi Jiangsu di China timur. "Pemerintah tidak menyukai apa yang kami lakukan. Kami secara aktif berkomunikasi dengan aktivis China yang lainnya dan merayakan di Twitter hadiah Nobel (Perdamaian) untuk Liu Xiaobo."
Hua mengatakan kepada The Associated Press, ia mem-posting tweet asli karena ia marah pada semua protes anti-Jepang. "Jadi saya mem-posting pesan itu di Twitter, yang secara satire mengatakan, jika mereka benar-benar ingin melakukan sesuatu yang besar, mereka hanya perlu naik pesawat dan menyerang paviliun Jepang di pameran itu. Tentu saja, hal itu tidak mungkin."
Shanghai Expo merupakan event besar yang dirancang secara cermat oleh China dan setiap ancaman terhadap pameran itu akan ditangani secara serius oleh pemerintah. Pihak berwenang melakukan pemeriksaan secara ketat demi menjamin keamanan dan memastikan tidak ada gangguan. Lebih dari 70 juta orang berkunjung sebelum pameran itu ditutup pada akhir Oktober setelah berlangsung selama enam bulan.
Twitter diblokir di China, tetapi beberapa aktivis hak asasi manusia bisa menggunakan Twitter dengan menerobos kontrol ketat pemerintah.
Hua mengatakan, istrinya telah tiba di sebuah pusat pendidikan ulang tenaga kerja di provinsi Henan di China tengah, Rabu malam. Dia mengatakan, dirinya tidak diperbolehkan untuk mengunjungi istrinya.