SANGGAU, anggota DPRD Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Abang Ishar, menyangkal mempunyai kewarganegaraan ganda.
"Saya merasa dizalimi dari berita itu, terhitung rancangan DPD PAN (Partai Amanat Nasional) Kabupaten Sanggau membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) buat menelusuri legalitas diri saya," ucap anggota Komisi A DPRD Sanggau itu, Rabu (17/11/2010).
Lantaran tersebut, dia akan mengungkapkan sebenarnya seluruh dakwaan kepadanya salah. "Saya mau menunjukan fakta-fakta otentiknya," tandasnya.
Berdasarkan dia, hasil berita itu, situasi hatinya tak nyaman. Apalagi pasca mengetahui, DPD PAN pula membikin tim buat menelusuri legalitasnya di DPRD Sanggau terkait diduga maupun dakwaan yang menuju kepadanya.
Ishar mengungkapkan sebenarnya dirinya merupakan penduduk negara Indonesia (WNI), bukan penduduk negara Malaysia. "Walaupun istri serta anak saya merupakan penduduk negara Malaysia, tapi saya tetap WNI. Apakah salah mempunyai istri beda kewarganegaraan?" Ucap pria empat anak ini sembari menunjukan kartu tanda penduduk (KTP) Indonesia miliknya.
Ishar yang dilahirkan 4 Mei 1969 di Tanjung Bunga, Kecamatan Kembayan, menilai rancangan membentuk TPF merupakan terlalu berlebihan walaupun dia tetap menghormati keputusan Ketua PAN Sanggau Nasri Alisan.
Dia mengucapkan, masalah yang belum terdapat ketetapan terkait berkaitan intern partai, mestinya tak buat dikonsumsi masyarakat umum. "Saya punya KTP, lima buah paspor selama 17 tahun di Malaysia, serta kartu pelajar internasional," ungkap anggota DPRD asal PAN tersebut.
Dia menegaskan, jikalau dirinya merupakan penduduk negara Malaysia, maka tak diperlukan mempunyai kartu opelajar internasional.
Soal sarjana strata dua yang diragukan sebagian pihak, dia mengungkapkan, gelar master yang disandang tersebut sah, yang diraih asal Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).
"Saya dapat membuktikannya, sekaligus buat menjawab keraguan legalitas saya," jelasnya.
Yang pula dirasakan sangat mengganggu perasaannya yaitu persoalan mobil berpelat Malaysia yang digunakannya buat ke kantor di DPRD Sanggau.
Dia mengakui, mobil tersebut merupakan punya istrinya, beserta terus mengurus perizinannya setiap bulan sebesar Rp 300.000.
"Lantaran saya belum sanggup membeli mobil sendiri, maka saya memakai mobil punya istri saya. Salahkah saya?" ujar alumnus IAIN Pontianak ini.
Ishar menerangkan, legalitas dirinya tak harus diragukan lagi, serta dia dapat membuktikannya. Dia pula tak takut kedudukannya di DPRD Sanggau terdapat yang mengusik.(kompas/suaranews)
"Saya merasa dizalimi dari berita itu, terhitung rancangan DPD PAN (Partai Amanat Nasional) Kabupaten Sanggau membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) buat menelusuri legalitas diri saya," ucap anggota Komisi A DPRD Sanggau itu, Rabu (17/11/2010).
Lantaran tersebut, dia akan mengungkapkan sebenarnya seluruh dakwaan kepadanya salah. "Saya mau menunjukan fakta-fakta otentiknya," tandasnya.
Berdasarkan dia, hasil berita itu, situasi hatinya tak nyaman. Apalagi pasca mengetahui, DPD PAN pula membikin tim buat menelusuri legalitasnya di DPRD Sanggau terkait diduga maupun dakwaan yang menuju kepadanya.
Ishar mengungkapkan sebenarnya dirinya merupakan penduduk negara Indonesia (WNI), bukan penduduk negara Malaysia. "Walaupun istri serta anak saya merupakan penduduk negara Malaysia, tapi saya tetap WNI. Apakah salah mempunyai istri beda kewarganegaraan?" Ucap pria empat anak ini sembari menunjukan kartu tanda penduduk (KTP) Indonesia miliknya.
Ishar yang dilahirkan 4 Mei 1969 di Tanjung Bunga, Kecamatan Kembayan, menilai rancangan membentuk TPF merupakan terlalu berlebihan walaupun dia tetap menghormati keputusan Ketua PAN Sanggau Nasri Alisan.
Dia mengucapkan, masalah yang belum terdapat ketetapan terkait berkaitan intern partai, mestinya tak buat dikonsumsi masyarakat umum. "Saya punya KTP, lima buah paspor selama 17 tahun di Malaysia, serta kartu pelajar internasional," ungkap anggota DPRD asal PAN tersebut.
Dia menegaskan, jikalau dirinya merupakan penduduk negara Malaysia, maka tak diperlukan mempunyai kartu opelajar internasional.
Soal sarjana strata dua yang diragukan sebagian pihak, dia mengungkapkan, gelar master yang disandang tersebut sah, yang diraih asal Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).
"Saya dapat membuktikannya, sekaligus buat menjawab keraguan legalitas saya," jelasnya.
Yang pula dirasakan sangat mengganggu perasaannya yaitu persoalan mobil berpelat Malaysia yang digunakannya buat ke kantor di DPRD Sanggau.
Dia mengakui, mobil tersebut merupakan punya istrinya, beserta terus mengurus perizinannya setiap bulan sebesar Rp 300.000.
"Lantaran saya belum sanggup membeli mobil sendiri, maka saya memakai mobil punya istri saya. Salahkah saya?" ujar alumnus IAIN Pontianak ini.
Ishar menerangkan, legalitas dirinya tak harus diragukan lagi, serta dia dapat membuktikannya. Dia pula tak takut kedudukannya di DPRD Sanggau terdapat yang mengusik.(kompas/suaranews)