Delete this element to display blogger navbar

Benarkah Teroris Merupakan Pengalihan isu


Bicara masalah terorisme, sulit untuk melepaskannya dari masalah ideologi. Ideologi adalah energi. Ketika sebuah gagasan, ideologi, dan keyakinan agama bersinergi, akan terjadi multiplikasi energi. Energi akan mengeras dan memiliki daya rusak tinggi saat digerakkan rasa dendam dan frustrasi yang tidak tersalurkan, didukung teknologi perakitan bom yang canggih.

Dengan mencari pembenaran pada ayat-ayat kitab suci yang tafsirannya disesuaikan dengan situasi batinnya, kematian diyakini sebagai emansipasi jiwa yang diberi label syahid, agar terbebas dari beban hidup dan bisa tersenyum saat jalan kematian ada di depannya, dan yakin surga telah menanti.

Sebenarnya memberantas teroris adalah tugas semua elemen bangsa, hukuman mati tidak akan menyelesaikan secara tuntas terorisme di Indonesia. Mati satu akan tumbuh seribu, mengingat jaringan terorisme dan ideologi yang ditanamkan sudah mengakar kuat. Pendidikan, bimbingan rohani, dan peningkatan kualitas ekonomi adalah jalan terbaik bagi pemberantasan terorisme.

Benarkah Penanganan Teroris Mencurigakan
Menurut Akademisi Unhas, Aswar Hasan dan Sekretaris Majelis Syuro KPPSI, HM Sirajuddin adalah dua di antaranya yang menaruh curiga terhadap penanganan teroris itu.Seperti di Kutip dari laman metronews fajar ada beberapa pertanyaan yang mesti dijawab.

Aswar yang juga dikenal aktivis Islam mengatakan, penanganan dan penangkapan teroris akhir-akhir ini selalu bertepatan puncak kasus besar. Saat penanganan teroris di Aceh, misalnya, terjadi pas puncak kasus Bank Century.

"Kemudian yang terakhir pas terjadi saat kasus Susno Duadji. Ini sebuah pertanyaan yang perlu jawaban. Jangan sampai memang terkait dengan pengalihan isu sekaligus juga gerakan intelijen negara yang memanfaatkan isu terorisme ini," katanya.

Kecurigaan yang sama diungkapkan Sirajuddin. Menurutnya, selama ini isu teroris selalu dijadikan objek pengalihan isu. Dia menyebut bahwa seolah-olah isu teroris menjadi proyek dalam beberapa masalah.

"Metode penanganannya juga sudah mengabaikan hak asasi manusia. Mereka langsung ditembak, tanpa perlu melalui proses hukum untuk membuktikan kesalahan mereka," katanya.

Sirajuddin mengaku cukup khawatir juga munculnya kembali isu terorisme itu. Bukan tidak mungkin kelompok muslim yang ada di Sulsel, katanya, yang bakal jadi sasaran. Ini yang coba diantisipasi.

Salah satu langkah antisipasi adalah dengan menunjukkan transparansi dalam setiap acara. Khusus KPPSI sendiri, kata Sirajuddin, selama ini cukup terbuka. Apalagi visi-misinya tetap dalam bingkai NKRI

Aswar mengakui di KPPSI ada kelompok militan. Tetapi mereka itu, lanjutnya, tidak sama orientasi jihadnya dengan kelompok yang ada di Jawa. Di KPPSI, orientasi jihadnya tidak untuk menggulingkan kekuasaan atau untuk mendirikan negara sendiri.

Tujuan kelompok militan yang ada di Sulsel dan Jawa sebenarnya sama, yakni penegakan syariat Islam. Namun, cara yang ditempuh berbeda. Inilah yang membuat Sulsel sulit dikaitkan dengan teror-teror itu, kata Aswar.

Terkait dugaan ancaman teroris pada sejumlah pejabat negara 17 Agustus nanti, Aswar dan Sirajuddin tidak begitu yakin. Sebab bisa jadi, isu tersebut hanya untuk menjustifikasi bahwa teroris itu benar-benar ada.

Aswar hanya berharap agar penanganan terorisme yang kembali marak belakangan ini bukan bagian dari pengalihan isu. Dia juga meminta aparat tidak semudah itu memandang bahwa kelompok tertentu sama dengan kelompok lain.

Sumber : http://metronews.fajar.co.id/read/92448/10/penanganan-teroris-mencurigakan

share on facebook

 
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon More
Design by Kumpul Berita