Selama bertahun-tahun, Suzanne Henke mendamba seorang anak dari pernikahannya. Namun, sebuah kelainan langka yang menyerang rahim saat hamil membuatnya nekat mengaborsi janinnya tiga kali.
Tanpa sepengetahuan sang suami, Suzanne selalu berfantasi kehilangan bayi akibat keguguran setiap kali aborsi.
Wanita 29 tahun ini menderita kelainan Hyperemesis gravidarum, atau dikenal dengan HG. Gangguan kehamilan parah ini hanya diderita satu wanita dari 100 kehamilan. Pakar medis pun belum mengetahui pasti penyebabnya.
Kondisi itu membuat kehamilannya seperti neraka. Tak seperti wanita yang tengah hamil muda dengan mual dan muntah. Morning sickness yang dialami Suzanne derita sangat ekstrim, bahkan melumpuhkan tubuhnya.
Ia bercerita bagaimana kehamilan pertamanya seperti penderitaan tak berujung. Morning sickness parah di bulan awal kehamilannya membuat dia tak mampu berpikir jernih.
Suzanne, yang kala itu berumur 22, mengetahui menderita HG setelah kehamilan pertamanya berumur 18 minggu. Enam minggu pertamanya
dilalui dengan gelombang rasa sakit.
Selama kehamilan, Suzanne sangat sulit mengasup makanan, bahkan air. Dalam sehari, ia dapat muntah hingga 40 kali. Tak heran ia mengalami dehidrasi parah.
Selama dirawat di rumah sakit, keadaan tak berubah. Bahkan perawatan dokter dan tambahan cairan tak membuat keadaannya membaik.
"Karena sangat sakit, saya terjatuh dari kasur ke lantai dan meringkuk seperti bola. Kepala serasa dipukul-pukul, tenggorokan saya penuh asam lambung dan saya terus muntah hingga tubuh saya basah," ia bercerita.
Suzanne pun menganggap kondisi itu membahayakan jiwanya,
ketimbang janin di kandungannya. Ia lantas mengaborsi bayinya di usia 11 minggu. Dia sembuh tapi dengan rasa bersalah.
"Tiba-tiba saya bisa berpikir dan sangat menyesali pilihan saya. Saya mencoba hamil lagi dengan harapan kehamilan kedua akan berbeda atau setidaknya tidak terlalu parah," ujarnya.
Enam minggu pertama pada kehamilan kedua ternyata sama menyiksa. Penderitaan membuatnya memilih mengaborsi kembali janinnya. Suzanne bersumpah tidak akan mencoba hamil lagi.
Namun, dua tahun berselang, dia kembali hamil. "Rasa sakit mulai sangat menyiksa di minggu kelima. Kali ini jauh lebih buruk dari sebelumnya. Saya muntah hingga 50 kali sehari yang membuatmu frustasi." Pada usia kehamilan tujuh minggu, ia mengaborsi bayinya yang ketiga kali. Hubungannya dengan suaminya pun usai.
Di tengah kehancuran dan hidup dengan anti depresan, Suzanne kembali menemukan kekasih, Dion Henke, 37, di dunia maya pada 2005. September 2006, pasangan ini menikah.
Meski tak mau, dia mengiyakan keinginan sang suami yang sangat menginginkan buah hati. Tiga minggu setelah hamil, Suzanne menyesali keputusannya. April 2007, ia kembali menginap di rumah sakit dan harus diinfus.
Saking tak tahan, ia meminta agar mau mengaborsi janin. Suaminya yang juga dokter menolak keinginannya aborsi. "Aku mengatakan padanya menbenci dia dan bayi kami. Namun Dion mengatakan aku akan menyesal seumur hidup jika mengaborsinya."
Suzanne pun menjalani kehamilan sulitnya dengan lebih banyak dirawat di rumah sakit. Seringkali, ia membayangkan mengalami keguguran. "Rasa sakit yang saya alami sangat parah. Sampai-sampai saat melihat bayi saya untuk pertama kali lewat pindai USG, saya berpikir agar dia mati saja."
Minggu demi minggu kehamilan ia habiskan di tempat tidur rumah sakit. Merasa tak kuasa menahan rasa sakit, Suzanne nekat. Pada minggu ke-34, meminum sebotol minyak jarak dengan harapan dapat membebaskannya dari rasa sakit.
Sembunyi-sembunyi, ia mencampur minyak jarak dengan minuman ringan. Tindakan ini ia ambil agar sang bayi lahir enam minggu sebelum lahir normal.
Enam jam kemudian Suzanne kesakitan dan dibawa ke rumah sakit di dekat rumahnya di Sutton Coldfield. Buah hatinya, yang namai Stephen lahir dengan berat 1,8 kilogram.
"Setelah lahir, saya melihatnya begitu kecil dan tek berdaya. Saya berkata pada diri saya, yang saya lakukan bisa membunuh Stephen. Saya merasa jahat."
Stephen, kini berusia tiga tahun, tumbuh sehat dan bahagia. "Saya katakan pada Stephen berulang betapa saya mencintainya. Saya tidak percaya saya pernah tak menginginkannya. Dia adalah anak yang sangat tampan. Dan, kami bertiga sangat bahagia sekarang."
Pasangan ini mencoba untuk memiliki anak lain, namun Suzanne mengalami keguguran saat kehamilannya berusia empat bulan. "Mungkin itu cara tubuh saya untuk melindungi saya dari kehamilan yang lain."
Sang suami, Dion menyatakan dukungannya pada sang istri. "Saya sangat mencintai istri saya. Dan saya bangga padanya melihat keadaannya melalui kehamilannya yang terakhir."
Menurutnya, kehamilan akan membuat sang istri merasakan kesakitan parah. "Kehamilan membuatnya trauma dan sakit hati membawa. Saya tidak ingin mencoba mendapatkan anak lain lagi."
Sementara Suzanne masih merasa bersalah atas tindakannya di masa lalu. "Saya sangat malu dengan tindakan saya dahulu. Saya selalu memikirkan ketiga bayi yang saya gugurkan. Saya membayangkan memeluk mereka," ia menuturkan seperti dikutip dari People. (pie)