Salah satu anggota biro jodoh online yang mencari calon pendamping hidup adalah Susanto (bukan nama sebenarnya). Laki-laki 32 tahun ini menjadi anggota biro jodoh setelah didesak agar segera menikah oleh orangtuanya.
Quote:
"Kamu sudah bekerja, umurmu juga sudah matang, tapi kok nggak nikah-nikah. Terus nanti mau dikemanakan uang hasil kerjamu? Untuk apa kerja keras kalau tak punya keluarga," demikian kata-kata yang selalu terngiang di telinga Susanto. |
Susanto memikirkan desakan orangtuanya itu sekitar tiga bulan. Di bulan keempat, tepatnya awal Agustus lalu, lelaki bertubuh besar ini memilih menjadi anggota biro jodoh online. Dia kemudian mendaftar di Biro Jodoh Glatik :: Home, sebuah biro jodoh online di Jakarta yang berdiri sejak tahun 2003.
Tak tanggung-tanggung, Susanto memilih status member 'Excellent', sebuah status dengan harga (iuran) termahal di situs biro jodoh itu. Iuran di biro jodoh tersebut termurah Rp 1 juta dan termahal Rp 5 juta, hingga mendapatkan pasangan hidup.
Pekerjaan dan keuangan Susanto tergolong lumayan mapan. Dia bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan swasta. Gajinya mencapai Rp 12 juta per pekan atau sekitar Rp 48 juta sebulan. Tapi, ia tetap kesulitan mencari calon pendamping hidup. Karakter Susanto yang pendiam mungkin kurang menarik bagi perempuan.
Sikap amarah
Susanto dikenal oleh kawan-kawannya terlalu pendiam. Akibatnya dia tak bisa mengembangkan pembicaraan saat bertemu perempuan. Makanya banyak perempuan menghilang usai perkenalan pertama.
Quote:
"Agak sulit mencarikan jodoh laki-laki dengan karakter seperti ini. Dia terlalu pendiam," kata pemilik birojodohglatik.com, Tutty Wahjuni (54) yang lebih akrab disapa Cik Tjoe kepada Warta Kota, pekan lalu. |
Cik Tjoe kemudian mengirim foto-foto kliennya (Susanto) lewat BlackBerry Messenger (BBM) kepada perempuan yang akan diperkenalkan kepada Susanto. Keduanya lalu setuju untuk bertemu. Tapi, Susanto punya permintaan khusus. Dia ingin didampingi Cik Tjoe saat pertemuan pertama dengan akuntan pabrik sepatu tersebut. Cik Tjoe pun setuju untuk ikut menemani Susanto.
Pada akhir pekan pertengahan Agustus 2014, pertemuan keduanya pun digelar. Mereka memilih food court BJ Junction di Surabaya sebagai lokasi pertemuan. Susanto terbang di hari yang sama dari Jakarta menuju Surabaya.
Sedangkan Cik Tjoe mengajak suaminya, William (61). Tapi, ia membaca gelagat kurang baik. Makanya sebelum kedua kliennya bertemu, ia mengingatkan keduanya tentang beberapa hal.
Cik Tjoe membuat aturan tak boleh saling menyinggung perasaan. Tak boleh salah satu klien langsung pergi begitu merasa tak cocok. Lalu tak boleh pula menunjukkan ketidakcocokan di pertemuan pertama itu. Juga tak boleh menjawab sekenanya saat ditanya, lalu tak bertanya balik. Itu akan merusak suasana.
"Saya bilang begini, kalau tak cocok jangan langsung menunjukkan sikap amarah. Jalani saja dulu pertemuannya dan jadi teman," kata Cik Tjoe. Dia memberitahukan itu kepada kliennya lewat telepon.
Cik Tjoe dan suaminya datang lebih dulu ke lokasi pertemuam di food court BJ Junction. Lalu Susanto, baru kemudian si perempuan yang akan dikenalkan. Pertemuan itu berlangsung biasa saja. Kedua klien sama-sama menjaga sikap. Tapi, Susanto terlihat terlalu pendiam.
Bahkan Cik Tjoe tak menyangka Susanto sependiam itu. Berkali-kali Cik Tjoe memulai pembicaraan. Misalnya, menanyakan soal kuliahnya di mana kepada si perempuan, dia anak ke berapa dan sebagainya. Tapi, Susanto ternyata lebih kaku. Dia cuma sedikit bicara dan terlalu banyak tersenyum. Pertemuan tersebut berakhir satu jam kemudian.
Quote:
Esok harinya, ketika Susanto dalam penerbangan ke Jakarta di pagi
hari, perempuan berusia 26 tahun itu mengirim pesan BBM ke Cik Tjoe. Dia
mengaku tak cocok dengan Susanto. "Katanya, Susanto terlalu pendiam,"
ujar Cik Tjoe kepada Warta Kota. Makanya, kini Cik Tjoe tengah mencari
calon lain yang kira-kira cocok dengan Susanto.
source