Seorang gadis 20 tahun di Bahrain akhir Maret lalu divonis satu tahun penjara. Kesalahannya tergolong sederhana: dia berpuisi memprotes kebijakan pemerintah Bahrain.
Namun, kisah perempuan bernama Ayat al-Qumezi itu baru belakangan diketahui media massa. Harian terkemuka The Guardian mengabarkan kisah itu pada edisi Minggu, 12 Juni 2011. Pidana atas al-Qumezi itu berlangsung di tengah gelombang protes sebagian rakyat Bahrain kepada pemerintah.
Hukuman ini dijatuhkan pemerintah sebagai respons atas demonstrasi kaum Syiah yang menuntut diberikan hak-hak yang lebih besar. Melalui hukuman itu, pemerintah sekaligus mengirim pesan bahwa monarki Sunni tidak main-main dalam memberikan hukuman terkait dengan kerusuhan.
Mereka mengacuhkan permohonan untuk berunding dengan kaum Syiah di Bahrain, negara yang menjadi pangkalan bagi Armada ke-5 Angkatan Laut AS.
Al-Qumezi mendadak tenar di kalangan demonstran setelah berpuisi memprotes raja dan perdana menteri Bahrain saat berunjuk rasa di Lapangan Mutiara, Manama. Unjuk rasa ini sekaligus menjadi puncak dari segala kekisruhan yang muncul di negara tersebut sejak bulan Februari, setelah sebelumnya didahului Tunisia dan Mesir.
Salah satu bait puisi Al-Qumezi yang ditujukan pada Raja Hamad bin Isa Al Khalifa, berbunyi: "Kami adalah orang-orang yang membunuh penghinaan dan membantai kesengsaraan. Tidakkah kau dengar isak tangis mereka? Tidakkah kau dengar jeritan mareka?"
Ia lantas ditahan atas tuduhan makar, termasuk memantik kebencian, demikian dilansir kantor berita pemerintah Bahrain. Ibunya, Saada al-Qumezi, berencana mengajukan banding.
Al-Qurmezi menyerahkan diri pada pihak berwajib pada akhir Maret setelah rumahnya digeledah petugas dan mereka mengancam akan membunuh saudara-saudaranya. Gadis itu mengaku disetrum dan dipukuli saat disandera.
Walaupun vonis ini memicu komentar tajam dari pihak oposisi dan lembaga hak asasi manusia Amnesty International, namun pihak Bahrain tetap bergeming. Negara itu bahkan menyangkal saat dituduh melarang kebebasan bicara.
Populasi kaum Syiah di Bahrain berjumlah sekitar 70 persen, namun mereka mengklaim didiskriminasi secara luas terutama dalam bidang politik dan militer oleh dinasti Sunni yang memerintah. (kd)
sumber