Keinginan untuk terus-menerus makan makanan berlemak sebenarnya bukan hanya karena rasa lapar. Pemicu utamanya adalah hasrat makan yang begitu besar dan semua bermula pada otak.
Seperti dilansir dari healtmeup.com, penelitian yang dilakukan tim dari University of Cologne, Jerman, menunjukkan keinginan makan makanan berlemak memang dipicu kondisi otak dan level insulin serta leptin dalam tubuh Anda. Dokter Praveen Gupta, ahli saraf dari Rumah Sakit Artemis, India, mengungkapkan hal ini karena hanya dengan melihat makanan, otak akan aktif membangkitkan hasrat makan.
"Hanya karena mengabaikan informasi kesehatan, sangat mudah bagi otak untuk meyakinkan Anda mengonsumsi makanan yang tidak sehat," katanya.
Kondisi otak kita merupakan faktor penting dalam menentukan kebiasaan makan, termasuk seberapa banyak makanan yang dikonsumsi. Pikiran dan perasaan dapat membawa perubahan neurotransmitter dan lingkungan kimia di otak yang mengatur rasa lapar, kenyang dan pencitraan tubuh.
Makan memang kebutuhan biologis, tetapi selain itu kita juga memiliki pertimbangan psikologis ketika memilih dan mengonsumsi makanan. Sikap yang muncul karena dorongan psikologis ini memengaruhi cara kita menafsirkan makanan, termasuk rasa lapar dan kenyang dan bisa menyebabkan gangguan kebiasaan makan.
"Beberapa orang bisa jadi pecandu makanan karena kondisi psikologis. Mereka menjadikan makanan seperti obat penenang, yaitu sangat membutuhkan makanan ketika mengalami tekanan emosi yang kuat," kata Dr. Pulkit Sharma, seorang psikolog klinis.
Hal ini memengaruhi neurotransmitter di otak. Orang bisa cenderung makan berlebihan ketika mengalami kejenuhan atau tekanan. Rasa lapar pun bisa dijadikan pengendalian emosi. Mengurangi asupan makanan dan kelaparan, terkadang menimbulkan perasaan bangga pada oang yang kecanduan makanan. (umi)
source